Skip to main content

Masalah Di Mulai - Kancil dan Timun Mas (Bag 8)

Panas mentari terasa menyengat saat cahaya matahari jatuh di kulit manusia ini. Berbeda dengan hutan dimana dia biasa berlindung di balik dedaunan pohon, di desa ini semuanya terbuka. Hanya ada beberapa pohon yang tidak terlalu tinggi namun sepertinya memiliki buah merah yang lezat. Itu adalah buah rambutan.

Kancil menatap tanaman timun di kebun itu.  Tanaman itu menjalar menutup batang ubi yang memang digunakan untuk tempat tanaman itu menjalar. Bola mata Kancil dengaln liarnya mencari timun yang berwarna emas. Tapi tidak ada. Semuanya terlihat hijau dan masih muda.

"Kancil." terdengar suara menyahutnya dari belakang.
"Eh, ada apa?" Kancil mengalihkan pandangannya melihat Imas berdiri di dekat pintu.

"Kamu belum mau pergikan?"

Kancil menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Imas mau pergi ke Pasar dengan Ibu. Kamu di rumah saja ya." ucapnya.

Kancil tersenyum dan mengangguk. Imas lalu melangkah pergi dan menghilang di balik pintu.

Kancil sebenarnya ingin menanyakan tentang timun emas itu. Tapi jika Kancil menanyakannya lalu dia mencurinya. Pasti keluarga ini langsung mencurigai Kancil. Mungkin saja timun itu telah mereka makan atau dijual di pasar. 

"Waaak, Waaak." gema suara terdengar dari langit. Suara yang sangat akrab di telinganya.

"Gagak." teriak Kancil

Burung hitam itu menukik tajam dan turun menuju suara yang memanggilnya. Hinggap di pagar kebun milik Imas. Gagak mencari-cari asal suara itu. Dia pikir dia baru saja mendengar suara Kancil, namun tidak ada siapa - siapa, hanya ada manusia yang menatapnya dengan tajam.

"Gagak?" sapa Kancil.

"Kancil?" Gagak kaget pemuda itu bersuara seperti Kancil. "Kau Kancil?"

"Iya, ini aku. Apa ada kabar dari hutan."

"Kabar? Oh, para penghuni hutan sedang sibuk mencari kau tahu. Kemana saja kau seharian ini. Tanduk Rusa saat ini sedang tersangkut batu dekat lereng gunung."

"Apa? Tersangkut lagi? Bukannya sudah aku katakan? Jika tanduknya tersangkut, goyangkan tanduknya pelan-pelan sambil ditarik sedikit. Nanti juga lepas sendiri."

"Kenapa tidak kau saja yang ke sana. Katakan pada rusa."

"Kau lihat tubuh manusia ini. Aku tidak bisa pergi ke hutan dengan tubuh ini."

"Kenapa kau bisa terjebak di tubuh ini. Mana tubuh aslimu?" 

"Ceritanya panjang, sebaiknya kau pergi dulu, katakan pada mereka. Jika aku sudah kembali menjadi Kancil, aku pasti kembali ke hutan."

"Sebaiknya kau kembali seperti semula. Jangan sampai kau malah berubah jadi rusa, harimau, atau tikus." canda Gagak.

"Aku tahu. Eh, Harimau?" Kancil berusaha meningat sesuatu. "Astaga, Harimau akan kembali."

"Apa? Bagaimana bisa?" 

"Sudah nanti saja aku ceritakan. Sebaiknya kau peringatkan para penghuni hutan."

"Apa yang harus aku katakan?" tanya Gagak.

Kancil terdiam sebentar. Lalu dia memikirkan sebuah rencana.

-Bersambung.

Comments

Popular posts from this blog

Mencoba Menulis Kembali.

Akhir akhir ini seiring dengan aktifitasku yang semakin padat, aku mulai merasa tak ada waktu yang cukup untuk diriku sendiri.  Kenapa? Masalahnya adalah aku tidak mendapatkan kepuasan akan apa yang aku lakukan,  terutama dalam pekerjaan.  Belum lagi dengan tuntutan atasan yang membuat pikiranku seolah tak mampu menampung semua tuntutan hidup ini. Setelah sekian lama, akhirnya aku kembali disini,  berkutat dengan kata-kata.  Jari dan huruf beradu dan satu persatu membentuk kata-kata yang bisa kita baca.  Menjadikannya kumpulan kalimat yang bermakna. Aku mencoba menulis kembali untuk menyusun kehidupanku yang kacau oleh ulahku sendiri.  Saat aku tak tahu apa lagi yang harus ku prioritaskan, saat aku merasa terlalu lelah tuk berpikir,  saat aku merasa sepi dan tak ada yang tahu. Jadi dalam rangka memasuki tahun 2017, aku kan mencoba mengambil alih diriku kembali.  Dari segala kemalasan. Sikap panik,  dan tekanan yang datang baik dari...

Filosofi Catur

Hai. Catur adalah sebuah permainan papan yang sangat menarik. Hanya dengan 32 bidak dan buah papan yang berisi kotak hitam putih 8 X 8, kita bisa mengadu kecerdasan dan kecerdikan kita bersama teman yang kita tantang. Selain itu permainan catur tidak pernah membosankan karena tidak ada langkah yang sama yang selalu kita mainkan setiap saat. Kita harus mampu menebak pikiran lawan, menyerang dan bertahan di saat yang bersamaan. Target semua itu hanya satu, yaitu untuk membunuh raja pihak lawan. Suatu hari aku bermain catur dengan seorang teman. Lalu aku sadar beberapa hal yang menarik saat melangkahkan bidak-bidak catur. Lalu aku menemukan bidak catur itu seperti unsur kehidupan dalam diri manusia. Ini unsur-unsurnya. Raja melambangkan nyawa. Sama seperti nyawa manusia, bidak raja dalam permainan catur adalah unsur paling penting sekaligus yang paling lemah. Saat bidak raja mati, maka permainan berakhir. Begitu juga nyawa manusia, saat nyawa manusia pergi, maka kehidupannya...

Si Bujang Miskin

Pada zaman dahulu, hiduplah pemuda yang biasa dipanggil Si Bujang Miskin.Walau dia lebih senang dipanggil Si Bujang. Penduduk kampung menyebutnya demikian karena dia seorang pemuda bujang (belum menikah) dan hidup dalam kemiskinan. Dia tinggal bersama Ibunya di sebuah rumah kayu yang dibangun oleh ayahnya. Si Bujang selalu ingat cerita ibunya tentang semangat ayahnya dalam membangun rumah itu. Rumah itu dibangun ayahnya seorang diri saat mengetahui rahim istrinya telah terisi. "Mak, aku mau pergi." ucap Si Bujang. "Mau pergi kemana ?" sahut Maknya. "Mengail ikan. Aku dengar banyak ikan-ikan di sungai dekat sana?" "Untuk apalah nak mencari ikan, beras pun kita tidak punya." "Tapi.." "Lebih baik cari daging rusa di hutan sana. Biar mak yang cari kayu bakar." "Iya Mak." kata Si Bujang tidak membantah. Nasib baik berpihak kepada Si Bujang Miskin. Dia mendapat seekor rusa gemuk dan berhasil menembus...