Skip to main content

Bertemu Raksasa - Kancil dan Timun Mas.

"Kancil, kancil, kancil." Terdengan suara teriakan diantara pohon-pohon lebat.

Sang Kancil yang sedang sedang asik tidur di semak belukar. Direnggangkan tubuhnya seperti seekor kucing yang sedang bangun tidur.

"Monyet, kenapa kau berteriak. Aku baru saja mau tidur." ucap Kancil dengan mata sayu.

"Kancil, kau harus bangun. Kita semua dalam bahaya." Monyet turun dari pohon.

"Bahaya? Bahaya apa? Harimau sudah lari dari hutan ini kemarin." ucap Kancil dengan sedikit menguap.

"Bukan Harimau, tapi Raksasa."

"Raksasa? Mana ada raksasa di hutan ini. Sudahlah aku mau lanjutkan tidur lagi.

"KAANCIIIIL." Teriak Monyet dengan kesal.

Si Kancil tak tahan dengan teriakan Monyet. Dia akhirnya tegak dengan keempat kaki kecilnya.

"Awas, jika raksasa yang kau katakan itu tidak ada. Aku tidak akan menolongmu lagi." ancam
Kancil.

"Jika kau tidak percaya, ayo ke kita ke hutan wilayah barat."  Ucap Monyet seraya berayun pergi.

 Kancil berlari melewati pepohonan mengikuti  monyet yang sedang berayun dari pohon ke pohon. Kancil menjaga jarak dan terus mengawasi monyet. Monyet dikenal licik dan nakal terutama dalam mencari makanan.

Langkah Si Kancil terhenti saat mendengar suara dentuman keras. Suara dentuman yang terasa menggetarkan tanah.

"Itu suara langkah Raksasa." bisik Monyet

Si Kancil tidak berkata apa-apa. Dia hanya diam sambil memperhatikan asal suara itu.

"Kenapa diam saja? Bukankah kau tadi yang ingin bertemu raksasa." tantang Monyet.

"Ini belum tentu suara langkah raksasa. Mungkin saja ada longsor di tepi tebing." prasangka Kancil.

"Kenapa kau tidak katakan saja? Kau takutkan?"

"Takut? Bukan Kancil namaku jika aku penakut."

"Kalo begitu ayo maju. Aku susul dari belakang."

Dengan langkah pasti, Sang Kancil berjalan mengikuti asal suara itu. Monyet dengan ketakutan melangkah perlahan mengikuti Kancil. Kanci muak dengan tingkah Monyet yang mengganggu tidurnya, mengejeknya, bahkan meremehkannya.

"Awas jika kau bohong monyet." ucap Kancil dalam hati.

Suara dentuman itu tiba-tiba berhenti. Si Kancil berhenti dan berpikir sejenak.

"Bukankah sudah aku bilang, Itu hanya longsor dan longsornya sudah berhenti, aku.." ucap Kancil terhenti oleh suara dentuman yang keras dan berulang-ulang. Suara itu terdengar makin keras dan bumi terasa bergetar dengan kencang  diikuti suara ranting pohon yang bergesekan dengan dengan sesuatu. Dalam sekejap, sebuah tangan besar mencengkram Kancil dan menangkap hewan kecil itu.

"MONYEEET, TOOLOOONG." teriak Kancil.

Namun ekor monyet telah menjauh. Meninggalkan Kancil sendirian di tangan Sang Raksasa.

Bersambung.



Comments

Popular posts from this blog

Mencoba Menulis Kembali.

Akhir akhir ini seiring dengan aktifitasku yang semakin padat, aku mulai merasa tak ada waktu yang cukup untuk diriku sendiri.  Kenapa? Masalahnya adalah aku tidak mendapatkan kepuasan akan apa yang aku lakukan,  terutama dalam pekerjaan.  Belum lagi dengan tuntutan atasan yang membuat pikiranku seolah tak mampu menampung semua tuntutan hidup ini. Setelah sekian lama, akhirnya aku kembali disini,  berkutat dengan kata-kata.  Jari dan huruf beradu dan satu persatu membentuk kata-kata yang bisa kita baca.  Menjadikannya kumpulan kalimat yang bermakna. Aku mencoba menulis kembali untuk menyusun kehidupanku yang kacau oleh ulahku sendiri.  Saat aku tak tahu apa lagi yang harus ku prioritaskan, saat aku merasa terlalu lelah tuk berpikir,  saat aku merasa sepi dan tak ada yang tahu. Jadi dalam rangka memasuki tahun 2017, aku kan mencoba mengambil alih diriku kembali.  Dari segala kemalasan. Sikap panik,  dan tekanan yang datang baik dari...

Filosofi Catur

Hai. Catur adalah sebuah permainan papan yang sangat menarik. Hanya dengan 32 bidak dan buah papan yang berisi kotak hitam putih 8 X 8, kita bisa mengadu kecerdasan dan kecerdikan kita bersama teman yang kita tantang. Selain itu permainan catur tidak pernah membosankan karena tidak ada langkah yang sama yang selalu kita mainkan setiap saat. Kita harus mampu menebak pikiran lawan, menyerang dan bertahan di saat yang bersamaan. Target semua itu hanya satu, yaitu untuk membunuh raja pihak lawan. Suatu hari aku bermain catur dengan seorang teman. Lalu aku sadar beberapa hal yang menarik saat melangkahkan bidak-bidak catur. Lalu aku menemukan bidak catur itu seperti unsur kehidupan dalam diri manusia. Ini unsur-unsurnya. Raja melambangkan nyawa. Sama seperti nyawa manusia, bidak raja dalam permainan catur adalah unsur paling penting sekaligus yang paling lemah. Saat bidak raja mati, maka permainan berakhir. Begitu juga nyawa manusia, saat nyawa manusia pergi, maka kehidupannya...

Si Bujang Miskin

Pada zaman dahulu, hiduplah pemuda yang biasa dipanggil Si Bujang Miskin.Walau dia lebih senang dipanggil Si Bujang. Penduduk kampung menyebutnya demikian karena dia seorang pemuda bujang (belum menikah) dan hidup dalam kemiskinan. Dia tinggal bersama Ibunya di sebuah rumah kayu yang dibangun oleh ayahnya. Si Bujang selalu ingat cerita ibunya tentang semangat ayahnya dalam membangun rumah itu. Rumah itu dibangun ayahnya seorang diri saat mengetahui rahim istrinya telah terisi. "Mak, aku mau pergi." ucap Si Bujang. "Mau pergi kemana ?" sahut Maknya. "Mengail ikan. Aku dengar banyak ikan-ikan di sungai dekat sana?" "Untuk apalah nak mencari ikan, beras pun kita tidak punya." "Tapi.." "Lebih baik cari daging rusa di hutan sana. Biar mak yang cari kayu bakar." "Iya Mak." kata Si Bujang tidak membantah. Nasib baik berpihak kepada Si Bujang Miskin. Dia mendapat seekor rusa gemuk dan berhasil menembus...