Komedi adalah hiburan yang paling umum dan dapat diterima oleh masyarakat. Semua orang tahu apabila itu lucu dan mampu membuat orang tertawa adalah komedi. Itulah yang menyebabkan komedi menjadi alternatif pelepas stress paling mujarab bagi masyarakat tertentu.
Namun sadar atau tidak sadar, komedi sangat berpengaruh terhadap kebudayaan dan kehidupan dalam suatu kumpulan masyarakat. Saya misalkan, kita sering menyaksikan komedi (di televisi) dalam bentuk hinaan terhadap kelemahan atau kekurangan seseorang. Hal ini membuat orang-orang yang menyukai komedi jenis ini akan suka menghina kekurangan orang-orang disekitarnya dan menganggap itu hanya hiburan. Dia sama sekali tidak akan memikirkan perasaan orang yang telah dia hina karena ini hanya lelucon.
Tentu saja kita tidak ingin hal tersebut terjadi di masyarakat walau kenyataannya itu sudah terjadi. Entah kenapa dalam pergaulan kita sendiri selalu merasa ingin jadi komedian dan ingin membuat teman-teman kita tertawa. Sayangnya kita terkadang mengikuti komedi yang kurang baik dan kurang beradab. Namun itulah komedi yang sangat disukai saat ini.
Komedi juga berhubungan dengan pengetahuan. Sebuah lelucon harus dimengerti oleh pendengarnya. Komedian selalu berusaha mencari bahan komedi paling umum dan dapat dimengerti masyarakat luas namun tidak membosankan. Contohnya saat ada komedian yang mengatakan, "Kemarin malam, aku yakin kalau pohon itu mengeluarkan oksigen." Apabila penonton masih ingat dengan pelajaran IPA saat SD dulu mungkin mereka sadar bahwa ada yang salah dengan pernyataan diatas. Namun jika mereka lupa, tentu saja mereka tidak sadar bahwa ada yang salah. Berbeda saat komedian mengatakan, "Kemarin malam, teman aku ditabrak delman di gang sempit." Semua pasti mengerti penyataan diatas.
Komedi tentu juga berhubungan dengan budaya. Penulis yakin jika lelucon dari Jawa lalu disampaikan oleh orang Minang dengan bahasa Minang pasti tidak lebih lucu dari lelucon yang aslinya berbahasa Jawa. Ini menujukan bahwa komedi berhubungan erat dengan budaya. Setiap suku di Indonesia memiliki keunikannya tersendiri termasuk dalam memandang hal-hal yang lucu. Begitu juga dengan budaya di negara lain. Kita pasti pernah menonton film luar negeri dan kita kurang mengerti dengan lelucon yang disampaikan. Walau kita sudah membaca subtitle yang ada.
Begitulah peran komedi yang tidak hanya sebagai hiburan bagi telah memperlihatkan karakter suatu bangsa. Jika kita masih mengandalkan unsur kekerasan sebagai hiburan menunjukan bahwa masyarakat di negeri ini masih toleran terhadap kekerasan baik secara fisik maupun verbal. Jika kita masih menganggap bullying itu lucu. Berarti kita masih memaklumi budaya bullying disekitar kita. Begitu juga jika kita lebih senang terhadap komedi yang kritis, kreatif dan memberi sisi optimis, maka kita juga telah menjadi orang yang kritis, kreatif dan menyukai sisi optimis. Pada akhirnya komedi bukan sekedar hiburan.
Namun sadar atau tidak sadar, komedi sangat berpengaruh terhadap kebudayaan dan kehidupan dalam suatu kumpulan masyarakat. Saya misalkan, kita sering menyaksikan komedi (di televisi) dalam bentuk hinaan terhadap kelemahan atau kekurangan seseorang. Hal ini membuat orang-orang yang menyukai komedi jenis ini akan suka menghina kekurangan orang-orang disekitarnya dan menganggap itu hanya hiburan. Dia sama sekali tidak akan memikirkan perasaan orang yang telah dia hina karena ini hanya lelucon.
Tentu saja kita tidak ingin hal tersebut terjadi di masyarakat walau kenyataannya itu sudah terjadi. Entah kenapa dalam pergaulan kita sendiri selalu merasa ingin jadi komedian dan ingin membuat teman-teman kita tertawa. Sayangnya kita terkadang mengikuti komedi yang kurang baik dan kurang beradab. Namun itulah komedi yang sangat disukai saat ini.
Komedi juga berhubungan dengan pengetahuan. Sebuah lelucon harus dimengerti oleh pendengarnya. Komedian selalu berusaha mencari bahan komedi paling umum dan dapat dimengerti masyarakat luas namun tidak membosankan. Contohnya saat ada komedian yang mengatakan, "Kemarin malam, aku yakin kalau pohon itu mengeluarkan oksigen." Apabila penonton masih ingat dengan pelajaran IPA saat SD dulu mungkin mereka sadar bahwa ada yang salah dengan pernyataan diatas. Namun jika mereka lupa, tentu saja mereka tidak sadar bahwa ada yang salah. Berbeda saat komedian mengatakan, "Kemarin malam, teman aku ditabrak delman di gang sempit." Semua pasti mengerti penyataan diatas.
Komedi tentu juga berhubungan dengan budaya. Penulis yakin jika lelucon dari Jawa lalu disampaikan oleh orang Minang dengan bahasa Minang pasti tidak lebih lucu dari lelucon yang aslinya berbahasa Jawa. Ini menujukan bahwa komedi berhubungan erat dengan budaya. Setiap suku di Indonesia memiliki keunikannya tersendiri termasuk dalam memandang hal-hal yang lucu. Begitu juga dengan budaya di negara lain. Kita pasti pernah menonton film luar negeri dan kita kurang mengerti dengan lelucon yang disampaikan. Walau kita sudah membaca subtitle yang ada.
Begitulah peran komedi yang tidak hanya sebagai hiburan bagi telah memperlihatkan karakter suatu bangsa. Jika kita masih mengandalkan unsur kekerasan sebagai hiburan menunjukan bahwa masyarakat di negeri ini masih toleran terhadap kekerasan baik secara fisik maupun verbal. Jika kita masih menganggap bullying itu lucu. Berarti kita masih memaklumi budaya bullying disekitar kita. Begitu juga jika kita lebih senang terhadap komedi yang kritis, kreatif dan memberi sisi optimis, maka kita juga telah menjadi orang yang kritis, kreatif dan menyukai sisi optimis. Pada akhirnya komedi bukan sekedar hiburan.
Comments
Post a Comment