Kancil terlihat sangat gugup. Gadis itu terlihat dengan ramah membawa nampan dengan 3 gelas air. Pakaiannya kuning menyala dengan kain batik panjang sebagai roknya. Rambutnya yang terikat tunggal terlihat berkilau karena masih basah. Tubuhnya mulai menunduk dan meletakan nampan dengan 3 gelas air itu di atas meja, tepat di depan kancil. Kancil sangat gugup. "Bagaimana caranya meminum air dari tempat seperti itu." pikirnya.
Kancil tahu bahwa manusia menggunakan tangannya untuk makan dan minum. Itu karena tubuh manusia tidak jauh beda dengan tubuh monyet yang juga. Walau begitu Kancil tetap tidak pernah makan dengan tangan, dia sendiri belum pernah menggenggam apapun dengan tangan manusianya itu.
"Kenapa nak? Ayo diminum." ucap Ibu itu karena melihat Kancil yang terus terdiam menatap gelas yang berisi air itu. "Imas, bawa juga nasi dan lauk kemari ya!"
"Baik bu." ucap gadis itu dan menghilang menuju dapur. Ibunya juga mengikuti Imas dari belakang.
Kancil sendirian di ruang itu. Ini kesempatan bagus untuk mencoba menggunakan tangan manusia ini. Pelan-pelan dia meletakkan tangannya di samping gelas itu, dan mulai menggenggam gelas itu. Ini ternyata tidak sesulit apa yang dia pikirkan. Dia mengangangkat gelas dan mulai mendekatkannya ke mulutnya. Dia memasukan mulutnya ke lubang gelas itu dan mulai menjulurkan lidahnya.
"Bu, siapa dia?" tanya Imas sambil mengeruk nasi yang hangat.
"Sepertinya dia bukan orang sini. Mungkin pengelana yang tersesat atau orang yang sedang terkena musibah." Ibunya menyusun piring dalam 1 tumpukan.
"Dia sudah memberi tahu namanya?"
"Tidak, sepertinya dia gugup. Mungkin benar dia terkena musibah dan sedikit trauma."
"Kasihan sekali. Dia benar-benar terlihat sedih."
Mereka terus berbicara tanpa mengetahui tingkah Kancil yang sedang sibuk minum dengan lidahnya. Ini tidak semudah yang dia bayangkan. Kancil menyerah dan meletakan gelas itu kembali. "Mungkin ada cara lain untuk minum melalui tempat ini." pikirnya.
"Kau belum makan kan? Ini ada makanan ala kadarnya." Wanita itu meletakan 3 piring yang bertumpukan. Diikuti oleh anaknya meletakkan bakul yang berisi nasi putih yang hangat.
"Jadi ini makanan manusia. Enakkah?" pikir Kancil penasaran. Melupakan apa tujuan dia yang sebenarnya.
Bersambung.
Kancil tahu bahwa manusia menggunakan tangannya untuk makan dan minum. Itu karena tubuh manusia tidak jauh beda dengan tubuh monyet yang juga. Walau begitu Kancil tetap tidak pernah makan dengan tangan, dia sendiri belum pernah menggenggam apapun dengan tangan manusianya itu.
"Kenapa nak? Ayo diminum." ucap Ibu itu karena melihat Kancil yang terus terdiam menatap gelas yang berisi air itu. "Imas, bawa juga nasi dan lauk kemari ya!"
"Baik bu." ucap gadis itu dan menghilang menuju dapur. Ibunya juga mengikuti Imas dari belakang.
Kancil sendirian di ruang itu. Ini kesempatan bagus untuk mencoba menggunakan tangan manusia ini. Pelan-pelan dia meletakkan tangannya di samping gelas itu, dan mulai menggenggam gelas itu. Ini ternyata tidak sesulit apa yang dia pikirkan. Dia mengangangkat gelas dan mulai mendekatkannya ke mulutnya. Dia memasukan mulutnya ke lubang gelas itu dan mulai menjulurkan lidahnya.
"Bu, siapa dia?" tanya Imas sambil mengeruk nasi yang hangat.
"Sepertinya dia bukan orang sini. Mungkin pengelana yang tersesat atau orang yang sedang terkena musibah." Ibunya menyusun piring dalam 1 tumpukan.
"Dia sudah memberi tahu namanya?"
"Tidak, sepertinya dia gugup. Mungkin benar dia terkena musibah dan sedikit trauma."
"Kasihan sekali. Dia benar-benar terlihat sedih."
Mereka terus berbicara tanpa mengetahui tingkah Kancil yang sedang sibuk minum dengan lidahnya. Ini tidak semudah yang dia bayangkan. Kancil menyerah dan meletakan gelas itu kembali. "Mungkin ada cara lain untuk minum melalui tempat ini." pikirnya.
"Kau belum makan kan? Ini ada makanan ala kadarnya." Wanita itu meletakan 3 piring yang bertumpukan. Diikuti oleh anaknya meletakkan bakul yang berisi nasi putih yang hangat.
"Jadi ini makanan manusia. Enakkah?" pikir Kancil penasaran. Melupakan apa tujuan dia yang sebenarnya.
Bersambung.
Comments
Post a Comment