Semua makanan telah tersaji di meja makan. Kancil, Imas, serta Ibunya telah duduk bersama. Dengan ramah, Ibu Imas menawarkan makanan kepada tamu yang bahkan belum menyebutkan namanya.
"Ayo makan! Makan saja ala kadarnya. Tak perlu sungkan."
Kancil melihat makanan yang tersaji di hadapannya. Ada beras yang direbus dan berubah menjadi lembik dan panas, Ada daun bayam yang dicampur dengan air panas yang membuat daun itu layu, ada juga timun yang menjadi lingkaran karena dipotong-potong. Semuanya terlihat ganjil bagi makhluk yang selama ini hidup di hutan. Tapi ada satu makanan yang membuat Kancil mengerinyitkan dahi manusianya.
"Apa itu?" tanya Kancil sambil menunjuk makanan yang membuatnya penasaran. Kancil tidak yakin itu terbuat dari sayur apa.
"Itu ayam goreng. Cobalah!" ucap Imas sambil menahan tawanya. "Ternyata ada juga manusia yang tidak tahu ayam goreng." pikirnya.
"A...Ayam?" Kancil terkejut.
"Iya, ada apa."
Kancil tidak menjawab. Tubuh Kancil merinding karena dia hampir saja lupa bahwa Manusia juga makan daging seperti Singa dan Harimau. Kancil tidak dapat menahan naluri ketakutannya. Secara spontan dia langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Kau mau kemana?" tanya Imas yang bingung dengan sikap pemuda ini.
Kancil tidak menjawab dan segera berlari meninggalkan ruang makan menuju pintu yang sempat dikaguminya. Kancil berhenti di depan kebun yang penuh dengan banyak sayuran. Saat Kancil melihat tanaman timun yang tumbuh rapi, dia kembali teringat dengan alasannya disini. Dia harus mencari timun bewarna emas atau terjebak di tubuh ini selama-lamanya.
"Kau tidak apa-apa?" suara seorang gadis membuat kepalanya menoleh ke kiri. Imas ternyata menyusulnya dari belakang.
"Tidak, tidak apa-apa." ucapnya mencoba menenangkan diri.
"Kau tidak suka ayam ya?"
"Sebenarnya aku tidak makan daging."
"Tapi kan, masih ada sayur. Kenapa kau malah lari seperti itu?"
"Tidak ada, aku..."
"Ayo masuk! Ayamnya sudah tidak ada." ucap Imas sambil melangkah maju menuju rumahnya.
Kancil mengikuti gadis itu dengan menahan rasa malunya. Kancil kembali ke ruang makan dan mengamati makanan yang terletak di meja itu. Tidak ada lagi daging ayam yang dimasak itu. Hanya tinggal nasi dan sayuran.
Walau jasad ayam yang malang itu sudah tidak ada. Kancil masih kebingungan dengan cara makan manusia. Dia memang mulai terbiasa menggunakan tangannya namun tetap saja ini tidak mudah bagi makhluk yang sebelumnya hanya makan menggunakan mulut dan lidahnya. Untung saja Imas mulai makan dahulu. Jadi dia bisa mengikuti cara Imas makan. Tetap saja saat dia memasukan nasi kemulutnya, beberapa butir nasi jatuh ke lantai.
"Kau belum beritahu namamu." ucap Imas saat mencuci tangannya.
"Nama?" tanya Kancil sambil sibuk mengunyah dengan gigi barunya.
"Orang-orang biasa memanggilmu dengan sebutan apa?" Imas mengeringkan tangannya dengan kain.
"ooh, namaku Kancil." jawab Kancil sambil melahap timun segar itu. Timunnya benar-benar enak sapai Kancil lupa bahwa namanya itu bukan nama manusia.
"Kancil? Nama yang lucu. Seperti nama hewan."
"Apa itu salah?" tanya Kancil. Kancil terlihat lagi tak terlalu gugup.
"Tidak, itu nama yang bagus." ucap Imas lalu tersenyum.
-Bersambung
"Ayo makan! Makan saja ala kadarnya. Tak perlu sungkan."
Kancil melihat makanan yang tersaji di hadapannya. Ada beras yang direbus dan berubah menjadi lembik dan panas, Ada daun bayam yang dicampur dengan air panas yang membuat daun itu layu, ada juga timun yang menjadi lingkaran karena dipotong-potong. Semuanya terlihat ganjil bagi makhluk yang selama ini hidup di hutan. Tapi ada satu makanan yang membuat Kancil mengerinyitkan dahi manusianya.
"Apa itu?" tanya Kancil sambil menunjuk makanan yang membuatnya penasaran. Kancil tidak yakin itu terbuat dari sayur apa.
"Itu ayam goreng. Cobalah!" ucap Imas sambil menahan tawanya. "Ternyata ada juga manusia yang tidak tahu ayam goreng." pikirnya.
"A...Ayam?" Kancil terkejut.
"Iya, ada apa."
Kancil tidak menjawab. Tubuh Kancil merinding karena dia hampir saja lupa bahwa Manusia juga makan daging seperti Singa dan Harimau. Kancil tidak dapat menahan naluri ketakutannya. Secara spontan dia langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Kau mau kemana?" tanya Imas yang bingung dengan sikap pemuda ini.
Kancil tidak menjawab dan segera berlari meninggalkan ruang makan menuju pintu yang sempat dikaguminya. Kancil berhenti di depan kebun yang penuh dengan banyak sayuran. Saat Kancil melihat tanaman timun yang tumbuh rapi, dia kembali teringat dengan alasannya disini. Dia harus mencari timun bewarna emas atau terjebak di tubuh ini selama-lamanya.
"Kau tidak apa-apa?" suara seorang gadis membuat kepalanya menoleh ke kiri. Imas ternyata menyusulnya dari belakang.
"Tidak, tidak apa-apa." ucapnya mencoba menenangkan diri.
"Kau tidak suka ayam ya?"
"Sebenarnya aku tidak makan daging."
"Tapi kan, masih ada sayur. Kenapa kau malah lari seperti itu?"
"Tidak ada, aku..."
"Ayo masuk! Ayamnya sudah tidak ada." ucap Imas sambil melangkah maju menuju rumahnya.
Kancil mengikuti gadis itu dengan menahan rasa malunya. Kancil kembali ke ruang makan dan mengamati makanan yang terletak di meja itu. Tidak ada lagi daging ayam yang dimasak itu. Hanya tinggal nasi dan sayuran.
Walau jasad ayam yang malang itu sudah tidak ada. Kancil masih kebingungan dengan cara makan manusia. Dia memang mulai terbiasa menggunakan tangannya namun tetap saja ini tidak mudah bagi makhluk yang sebelumnya hanya makan menggunakan mulut dan lidahnya. Untung saja Imas mulai makan dahulu. Jadi dia bisa mengikuti cara Imas makan. Tetap saja saat dia memasukan nasi kemulutnya, beberapa butir nasi jatuh ke lantai.
"Kau belum beritahu namamu." ucap Imas saat mencuci tangannya.
"Nama?" tanya Kancil sambil sibuk mengunyah dengan gigi barunya.
"Orang-orang biasa memanggilmu dengan sebutan apa?" Imas mengeringkan tangannya dengan kain.
"ooh, namaku Kancil." jawab Kancil sambil melahap timun segar itu. Timunnya benar-benar enak sapai Kancil lupa bahwa namanya itu bukan nama manusia.
"Kancil? Nama yang lucu. Seperti nama hewan."
"Apa itu salah?" tanya Kancil. Kancil terlihat lagi tak terlalu gugup.
"Tidak, itu nama yang bagus." ucap Imas lalu tersenyum.
-Bersambung
Comments
Post a Comment